Kamis, 30 Oktober 2014

PSIKOLOGI UMUM BAHASA DAN KOMUNIKASI



TUGAS KELOMPOK                                                                                      DOSEN PEMBIMBING
PSIKOLOGI UMUM                                                                                          Arsy Binawanti,S.Psi



BAHASA DAN KOMUNIKASI

Disusun oleh :
Ervina Ulfah Safitri - 13514650
Feby Rendra Febriani - 14514139
Heni Rahmawati - 14514914
Fakhri Alwan M - 13514899
Faisal Fajar R – 12512677
Asti kurnia putri -





JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014



KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BAHASA DAN KOMUNIKASI” dengan lancar tanpa hambatan.
Kami ketahui bahwa penulisan ini masih sangatlah sederhana,jauh dari kesempurnaan,namun harapan kami tidak mengurangi usaha serta kerja keras kami dalam penyusunan makalah ini. ,hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang kami miliki.
oleh karena itu kritik dan saran yang mengarah kepada kesempurnaan isi makalah ini sangat kami harapkan.semoga mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan di dunia dan akherat.Aamiien








                                                                                                                       Bekasi, 29 september 2014




                                                                                                                                          Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……....………………………………………………………………………………3
BAB I : PEMBAHASAN
            1.Konsep-konsep bahasa……………......………..………………………………………..4
                        a.isi dan luas konsep………..............………..……………………………………5
                        b.hirarki konsep……………......………………….………………………………5
                        c.cara memperoleh konsep……………….....…………..…………………………7
            2.Bentuk-bentuk komunikasi………………………..…………….……………………….11
                        a.proposisi………………….…………………………….……………………….11
                        b.Memecahkan kalimat dalam proposisi…………................……………………..12
            3.Perkembangan bahasa……………………………….....................…..…………………14
                        a.dari suara ke kata……………………………………………………….……….14
                        b.dari kata ke kalimat…………………………………………………..……….…15
                        c.proses belajar…………………………………………………....………………16
REFERENSI…………………………………………………….....................................................18








1.   KONSEP-KONSEP BAHASA

Konsep adalah kategori-kategori mental untuk mengklasifikasi suatu objek, kejadian, atau pengalaman (Morris, 1990) atau symbol yang mewakili ciri-ciri atau sifat-sifat umum dari suatu objek, kejadian, atau pengalaman (Andayani, 1987).
Kucing, buku, pisau atau computer, semuanya adalah konsep-konsep yang kita jadikan untuk mengkategorikan objek-objek di dunia sekeliling kita. Cepat, kuat, atau menarik juga merupakan konsep yang kita gunakan untuk mengkategorikan objek-objek. Ketika kita sedang memikirkan suatu objek, katakanlah computer Pentium 200 Mhz, kita biasanya berpikir dengan konsep-konsep yang dapat diterapkan pada computer tersebut. Sebagai contoh: cepat, mahal, canggih, dan lebih jelas gambarnya. Konsep-konsep amat membantu kita dalam memikirkan sesuatu agar menjadi lebih efisien. Tanpa adanya kemampuan untuk membentuk konsep, maka bisa dibayangkan kita akan memberikan satu nama yang berbeda untuk objek sendiri-sendiri secara individual (Morris, 1990).
Konsep-konsep yang banyak dibahas di atas adalah konsep-konsep yang dapat kita kategorikan sebagai konsep yang sederhana dan objekif atau yang bersifat konkret. Akan tetapi kita juga mengenal adanya konsep-konsep yang abstrak dan terinci, seperti konsep tentang “keadilan’, “ketuhanan’, ‘kepahlawanan” (Andayani, 1987).
Atkinson dkk. (1994) membagi konsep menjadi empat, yaitu: untuk nama sut benda yang memiliki ciri-ciri tertentu, aktivitas, keadaan, dan ha-hal yang abstrak. Kucing, buku, atau computer adalah benda. Makan atau bicara adalah contoh konsep mengenai keadaan. Hal-hal seperti kebenaran, keadilan, ketuhanan, adalah konsep yang bersifat abstrak. Menurut Morris (1990) konsep juga dapat memberikan pengertian terhadap pengalaman-pengalaman baru. Kita tidak dapat menghentikan dan membentuk suatu konsep baru untuk setiap pengalaman baru. Kita gambarkan konsep-konsep yang telah kita bentuk dan kita tempatkan objek baru atau peristiwa-peristiwa baru ke dalam kategori-kategori yang sepantasnya. Dalam proses ini kita dapat membentuk beberapa dari konsep-konsep tersebut menjadi lebih baik bila dihubungkan dengan dunia sekeliling kita.

1.    Isi dan Luas Konsep
Konsep sebagaimana telah dibahas di muka, umumnya berisikan sifat-sifat atau ciri-ciri dari sesuatu. Sifat-sifat atau ciri-ciri ini dapat dikatakan sebagai isi dan luas konsep. Dalam konsep computer Pentium 200 Mhz, isi dari konsep ini adalah cepat, mahal, canggih, dan lebih jelas gambarnya.
Dengan diberikan ciri-ciri, maka suatu konsep akan mempunyai anggota-anggota, yang memiliki ciri-ciri seperti yang ditunjukkan konsep tersebut. Computer Pentium misalnya adalah computer yang menggunakan prosesor Pentium, sementara computer yang menggunakan prosesor Pentium mempunyai anggota seperti “computer Pentium 75 Mhz”, “computer Pentium 90 Mhz”, “computer Pentium 100 Mhz”, “computer Pentium 160 Mhz”, “computer Pentium 200 Mhz.” Seberapa banyak jumlah anggota ini menunjukkan seberapa luas konsep tersebut. Semakin banyak anggota, maka semakin luas konsep tersebut. Isi dan luas konsep memiliki hubungan yang berbanding terbalik, artinya semakin sedikit isi konsep atau semakin umum suatu konsep, anggotanya akan semakin banyak.
Dari isi dan luas tersebut dapat dikatakan bahwa konsep memiliki hirarki. Semakin umum suatu konsep, letaknya semakin ke atas, dn semakin khusus semakin ke bawah.
2.    Hirarki Konsep
Pada bagian-bagian terdahuu telah dipelajari bagaimana suatu konsep memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat. Di samping itu, kita akan mempelajari bagaimana suatu konsep berhubungan dengan konsep lain. Misalnya, kursi adalah anggota dari suatu kategori yang leboih besar yaitu perabot; perkutut merupakan anggota dari kelompok burung, yang pada gilirannya akan menjadi bagian dari kelompok binatang. Pada gambar 8.1 di bawah ini adalah contoh yang menjelaskan hubungan antara konsep dengan konsep-konsep lainnya.

Kata berhuruf besar adalah konsep, sedangkan kata yang berhuruf kecil adalah sifat dari konsep.
Percobaan yang telah dilakukan oleh Colin dan Qualian (dalam Atkinson dkk., 1994) menyimpulkan bahwa subjek dapat menggunakan HIrarki Konsep seperti pada gambar 8.1 untuk menjawab pertanyan. Subjek dihadapkan pada pertanyaan seperti “Burung murai adalah seekor burung” atau “burung murai adalah seekor binatang.” Subjek harus menyimpulkan apakah setiap pertanyaan itu “benar”, seperti pada beberapa contoh sebelumnya, atau harus menyimpulkan “salah” seperti pada kalimat “Burung aster adalah pohon.” Dengan kalimat yang begitu sederhana, kesalahan jarang dibuat. Bila subjek berbagai konsep. Bila subjek mendapatkan “Burung murai adalah burung”, maka subjek akan mencari akan mengacu pada hirarki burung murai dan mencari jalur pada konsep “burung.” Pada gambar 8.1 terlihat bahwa antara burung murai dan burung hanya merupakan garis penghubung yang panjang. Dalam kalimat “Burung murai adalah binatang” terdapat dua penghubung antara konsep-konsep tersebut, sehingga memakan waktu yan diperlukan untuk menyimpulkan akan bertambah sesuai dengan jarak antara konsep tersebut dengan hirarki.
Pada gambar 8.1 terlihat bahwa suatu objek dapat digolong-golongkan menurut peringkat yang berbeda-beda. Objek yang sama sekaligus, merupakan burung ,urai, burung, dan binatang. Namun demikian, untuk dalam suatu kebudayaan tertentu, satu peringkat merupakan dasar atau peringkat yang lebih dipilih untuk penggolongan. Untuk kebanyakan penduduk di kota, burung merupakan perangkat dasar. Dalam masyarakat kota ini, kemungkinan besar orang akan menyebut seekor burung daripada seekor burung daripada seekor burung murai. Apa yang menyebabkan suatu konsep dapat dijadikan peringkat dasar? Tampaknya jawabannya adalah bahwa peringkat dasar adalah peringkat yang mengandung sifat pembeda (distinctive properties). Pada gambar 8.1 di atas, burung tidak memiliki sifat pembedayang tidak dimiliki oleh jenis binatang lainnya (seperti misalnya sayap dan buli bukanlah merupakan sifat yang dimiliki ikan). Murai meliki sifat pembeda yang lebih sedikit, karena kebanyakan sifat murai dimiliki oleh bluejay. Namun demikian, murai juga memiliki sifat yang membedakan dari bluejay, demikian pula sebaliknya bluejay juga memiliki sifat yang membedakan dari murai, yaitu “berpindah-pindah tempat” dan “menyanyi”, dimana keduanya tidak disebutkan di dalam hirarki.

3.    Cara Memperoleh Konsep
Individu dalam memperoleh suatu konsep dari yang sederhana sampai yang kompleks, tentunya melalui tahap-tahap yang disesuaikan dengan perkembangannya dan dimulai pada masa kanak-kanak.
Pada usia satu tahun anak mulai belajar menandai objek-objek di sekitarnya seperti bapak, ibu, atau binatang piaraanm meskipun belum dapat memberi nama. Apabila anak mulai berbicara dengan menghubungkan pengetahuannya tersebut dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang yang lebih dewasa, maka anak telah sampai pada kesimpulan tentang suatu konsep. Pada usia tiga tahun, anak telah sampai pada kesimpulan tentang suatu konsep. Pada usia tiga tahun, anak sudah tahu konsep tersebut, tetapi belum dapat menghubungkan tertentu untuk warna yang mana. Agar anak dapat menghubungkannya, maka anak melakukan uji hipotesis, yaitu memperkirakan ciri-ciri yang tidak sesuai dan menolak ciri-ciri yan tidak sesuai. Selain ciri yang relevan, anak juga mulai belajar aturan-aturan yang terlibat di dalamnya. Dari aturan-aturan yang terlbat, anak dimungkinkan untuk mengidentifikasikan tipe konsepnya. Konsep yang sangat sederhana, biasanya hanya tediri dari satu ciri. “Merah” biasanya terdapat pada lipstick, darah, atau sirup.
Konsep yang terdiri dari penjumlahan beberapa ciri atau konsep konjungsif, berisikan ciri ini dan itu, seperti; “Kuliah yang menjemukan” dan “ayam berkokok.” Selain itu terdapat pula konsep disjungtif yang berisikan ciri ini dan itu, misalnya “bahan bakar” dapat berupa gas, padat, atau cair (Andayani, 1987).
Meskipun menggunakan uji hipotesis, kadang-kadang anak melakukan kesalahan focus pada hal-hal yang tidak berkaitan. Misalnya, Ibu memarahi anaknya sambil berkacak pinggang: “Kamu tidak boleh menggoda Adik.” Kemudin bila ia ditanya apa itu “menggoda” jawabannya adalah “berkacak pinggang” (Andayani, 1987).
Berikut ini akan dibahas tiga cara dalam memperoleh konsep, yaitu pengujian hipotesis, melalui patokan/contoh yang khas, dan konsep ilmiah.
Pengujian hipotesis. Hal-hal yang telah dibahas di muka adalah pengujian hipotesis pada anak-anak. Bagaimana orang dewasa melakukan uji hipotesis?
Penelitian mengenai uji hipotesis pada orang dewasa telah dilakukan oleh Wason dan /Johnson-Lard (dalam Atkinson dkk., 1994). Beberapa subjek diberi kartu seperti yang terlihat pada gambar 8.2. Setiap kartu mempunyai 1 huruf pada satu sisi dan satu angka pada sisi lainnya. Subjek harus dua kartu mana yang harus dibalik supaya dapat menentukan dua kartu mana yang harus dibalik supaya dapat menentukan hipotesis yang dipakai berikut ini benar atau salah. Hipotesisnya adalah “Bila sebuah kartu mengandung sebuah bunyi huruf hidup pada satu sisi, kertu itu akan mempunyai angka yang genap pada sissi yang lain.” Hipotesis ini oada hakikatnya berusaha menghubungkan antara konsep huruf dengan konsep angka.
Kebanyakan subjek dapat dengan tepat membalik-balikan kartu yang bertuliskan huruf hidup “E.” Bila kartu itu memuat angka genap pada sisi yang lain, maka hipotesis benar; apabila sebaliknya kartu memuat angka ganjil, maka hipotesis ditolak. Akan tetapi beberapa subjek juga membalik kartu yang bertuliskan angka “2” (“E” dan “7” merupakan kartu yang tepat untuk dibalik). Kartu yang berangkat “2” tidak memberikan informasi apa-apa, sebab meski kartu tersebut memiliki sebuah huruf mati dibaliknya, hipotesis tidak akan ditolak (lihat lagi hipotesis). Namun demikian untuk menentukan sebuah huruf hidup pada sisi yang lain tampaknya mendukung hipotesis ini. Kebanyakan subjek gagal untuk membalik kartu yang berangkakan ganjil “7.” Bunyi huruf hidup dibaliknya akan menolak hipotesis tersebut. Namun kartu yang berangka “7” tidak memberikan kemungkinan untuk mendukung hipotesis tersebut, dengan demikian dibiarkan saja untuk tidak dibalik.
Melalui Patokan/Contoh Yang Khas. Walaupun pengujian hipotesis tampaknya merupakan startegi utama dalam memperoleh konsep, terdapat pula strategi lain yang berperan di dalam meperoleh konsep, terutama anak (Mervis dn Pani dalam Atkinson dkk., 1994). Seringkali apa yang dipelajari anak tentang sebuah konsep merupakan contoh paling khas dari konsep tersebut atau suatu patokan. Dalam diri anak, bagian apa saja yang pernah didengar dri orang dewasa, seperti: (dalam bahasa Inggris) “All gone milk” (Semua habis susu). Bahkan saat anak pada tahapan berbahasa dengan dua kata, mereka juga mencoba menirukan kalimat-kalimat orang dewasa lebih panjang seperti: (dalam bahasa Inggris) “Mr. Miller will try” daripada yan biasanya mereka ucapkan melalui wicara telegrafis: Miller try. Di samping itu, kesalahan yang dibuat oleh anak seperti: (dalam bahasa Inggris) “Daddy taked me” (bukannya “Daddy took me” dalam bentuk kata kerja yang tidak beraturan), menunjukkan bahwa mereka mencoba menerapkan semacam aturan, yang tidak hanya menirukan orang dewasa.
Meski demikian, peniruan dapat pula berperan dalam belajar kata-kata baru. Seperti misalnya ketika orangtua menunjukkan sebuah telepon dan mengatakan “telepon”, seorang anak akan mengulangi kata tersebut, dan hal ini akan membantu anak mempelajari kata ‘telepon” (Blomm dkk. dalam Atkinson dkk., 1994).
Pengkondisian (Conditioning). kemungkinan lain dalam mempelajri bahasa pada anak adalah dengan cara pengkondisian. Orangtua akan memberi positive reinforcement (menggunakan secara positif) pada anak apabila mereka berhasil membuat kalimat; an menyela atau menegurnya (negative reinforcement/menguatkan secara negatif) apabila membuat kesalahan. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila dilakukan respon secara konsisten terhadap setiao detil wicara anak.
Pengujian Hipotesis. pada cara belajar bahasa dengan peniruan dan pengkondisian, anak hanya belajar pada ucapan tertentu. Namun, seringkali anak belajar sesuatu secara garis besar dalam hal katakanlah suatu aturan tertentu. Anak tampaknya membuat suatu hipotesis tentang beberapa aspek bahasa, kemudian mengetesnya, dan kemudian berpegang teguh pada hal tersebut apabila cocok.


2.Bentuk-bentuk komunikasi
               Komunukasi terbentuk menjadi 2 bagian,yaitu :
a.komunikasi verbal
komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang sangat efisien yang memberikan kesempatan berlangsungnya perpindahan informasi-informasi yang kompleks,seperti berkata dan menulis.
Saat seseorang melakukan percakapan(komunikasi verbal),ia juga melakukan komunikasi non-verbal yang berupa sikap badan,ekspresi wajah,nada suara dan gerak-gerik isyarat lainnya.komunikasi yang bersifat verbal tanpa adanya isyarat-isyarat non-verbal seringkali adanya kesalahan penafsiran.
Contoh : seperti pada dua orang yang sedang melakukan percakapan melalui telepon (hardy dan heyes,1988)
b.komunikasi non-verbal
            ada 2 bentuk komunikasi dari komunikasi non-verbal,yaitu :
            1.komunikasi reflektif
            Menurut Donald Hebb (dalam Dvidoff,1988) komunikasis reflektif adalah komunikasi yang berisikan pola-pola yang terus-menerus sama(stereotipik) seperti misalnya reflex,isyarat-isyarat ekspresi dan emosi
Contoh : manusia menangis bila merasa sedih atau sakit,tersenyum dengan spontan bila merasa bahagia atau senang.
            2.komunikasi purposive
            Komunikasi purposive adalah komunikasi yang diadakan secara sengaja dengan maksud si penerima pesan dapat mengerti dan sambungan komunikasi tersebut tergantung pada reaksi dari si penerima pesan tadi.dengan memberikan nada suara yang berbeda namun dengan kalimat yang sama dapat memberikan arti yang berbeda bagi yang mendengarnya.
Contoh : “wah,bagus sekali baju kamu!!!” bila di ucapkan dengan nada mengejek,akan memiliki makna yang berbeda dengan apa yang di tangkap secara verbal.
            1.Proposisi
Pikiran-pikiran yang di ekspresikan dalam bentuk kalimat umumnya mengambil bentuk proposisi.proposisi seringkali di kenal dalam bentuk subjek dan predikat.semua kalimat,meski kompleks,dapat di pecahkan menjadi proposisi.selain itu proposisi yang sama dapat ditampilkan dalam kalimat yang berbeda(Andayani,1987)
(Andayani,1987;Atkinson dkk,1994) berpendapat bahwa proposisi memiliki hubungan yang dapat disamakan dengan gagasan(pikiran).menurut Kintsch (dalam Atkinson dkk.1994) seseorsng sksn membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membaca kalimat yang mengandung dua proposisi dari pada yang terdiri dari hanya satu proposisi,meskipun kedua kalimat tersebut terdiri dari sejumlah kata yang sama banyaknya.oleh karena itu dapat dikatakan bahwa seseorang di dalam membaca kalimat akan mengambil inti gagasan dari dalam kalimat tersebut.makin banyak gagasan atau proposisi dalam satu kaliamt makin membutuhkan waktu lama untuk membacanya.

            2.Memecahkan kalimat dalam proposisi
            Suatu kalimat umumnya terdiri dari frase-frase masing-masing merupakan subjek atau predikat dari proposisi.
Contoh : -memecahkan kalimat tunggal
·       Sutira     seorang     Pedagang
Subjek                          predikat

-memecahkan kalimat yang sedikit agak kompleks
·       Seorang pengusaha sedang bermain golf
Frase kata benda             frase kata kerja
 
Apabila kita fokuskan kepada frase kata benda “pengusaha yang sukses

                                                                                                    Frase utuh
Sementara itu frase kata kerja yang lain “sedang bermain golf” adalah sebagian dari proposisi yang lain yakni “pengusaha sedang bermain golf”
Jadi,frase kata benda menyatakan suatu proposisi utuh,sedangkan frase kata kerja hanyalah merupakan bagian dari suatu proposisi.(Atkinson,1994)





FRASA DAN PROPOSISI


Kalimat                             Frase                                  Proposisis



3.  PERKEMBANGAN BAHASA
Salah satu perhatian para ahli psikologi pada bahasa adalah bagaimana manusia memperoleh kemampuan bahasa. Pada bagian ini akan dibahas mengenai perkembangan bahasa manusia.
Menurut sigit sidi(dalam Munandar,1988) pada masa bayi usia kurang dari satu tahun, seorang anak telah memiliki bentuk komunikasi reflektif.  Satu-satunya cara komunikasi yang dikenal adalah tangisan. Meski demikian, suatu tangisan ternyata tidak mengandung satu pengertian tunggal. Tangis bayi tidak selalu dianggap sebagai pernyataan lapar atau ingin minum saja. Oleh karena itu, tangis bayi memerlukan tanggapan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang dialami bayi. Karena belum dapat berkata-kata, maka bayi menyatakan hal-hal yang dirasakannya lewat tangisan, seperti lapar, kedinginan, terusik panas, atau merindukan belaian ibunya. Para orang tua dengan pengamatan dan beberapa pengalaman, diharapkan mampu membaca makna apa dari isyarat yang dilontarkan. Jika tidak, maka respon orangtua biasanya hanya bisa berdasarkan satu pengertian saja.
Menurut Davidoff(1988) anak-anak di seluruh dunia mulai belajar menggunakan isyarat bahasa pada usia sekitar 2 tahun, yaitu diawali pada usia 1,5 tahun dan diakhiri pada usia 3,5 tahun. Ketika berusia 5 tahun, anak sudah mampu menggunakan kata dan kalimat yang sama dengan yang digunakan oleh orang dewasa di sekelilingnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
1.    Dari  suara ke kata
Selama setengah tahun dalam kehidupan seseorang, tanpa memperdulikan bangsa, dan lingkungan, ataupun kemampuan belajarnya, seorang anak telah dapat bersuara berupa suara-suara tertentu. Bayi akan mengangis bilamana merasa tidak nyaman atau ingin minum seperti telah diuraikan diatas. Ketika seorang bayi berumur 3 bulan, ia sudah dapat menyuarakan suara seperti “mendekut” bilamana mereka merasa senang
Pada umumnya semua bayi memperlihatkan kemampuan yang baik di dalam diskriminasi pendengaran.  Jauh sebelum mereka dapat berbicara, bayi akan memperhatikan pembicaraan dan memperhatikan pembeciraan dan memperlihatkan kesiapsiagaan untuk menerima informasi melalui pembicaraan tersebut.
Pada akhir usia pertama, bayi sudah dapat memperlihatkan bunyi-bunyi yang tak beraturan(bubbling). Volkalisasi  yang mereka utarakan tersebut berbeda-beda. Tampaknya merekasedang berlatih bersuara. Bentuk  komunikasi”pertama” dari seorang bayi seringkali berupa kombinasi suara yang disertai dengan gerakan seperti memandang dan memberikan isyarat-isyarat non-verbal ( seperti menggapai, menunjuk, melambai, dan sebagainya).
Pada usia 8 sampai 10 bulan, seorang anak akan menggunakan vokalisasi tertentu yang disertai dengan disertai dengan isyarat dan memandang. Tujuanya adalah untuk memberikan pesan khusus. Akan tetapi di dalam member pesan tersebut, suara-suara yang digunakan untuk mengkomunikasikan keinginannya seringkali dalam bentuk yang bebeda (Davidoff, 1988)
Pada usia 12 bulan, bayi tapak menggerakkan tubuhnya ber-irama sesuai dengan ucapan-ucapan yang sedang terjadi di disekitarnya,. Mereka dapat mengubah arah dan kecepatan geraknya seuai dengan ucapan orang dewasa yang ada di sekelilingnya(Davidoff,1988)
Pada usia pertama, seorang anak sudah dapat seringkali telah menguasai beberapa kata yang impresif. Mereka membuat separangkat suara  yang dapat memberikan penekanan serta dapat mengenali pola-pola bahasa yang digunakan orang dewasa yang berada disekelilingnya. Mereka juga sudah mengetahui arti beberapa kata. Mereka juga telah dapat menggunakan bahasa sederhana dengan urutan yang terkadang betul. Pada mulanya, sebuah kata cenderung untuk mewakil keseluruhan gagasan. Ungkapan kata”ayah” misalnya, dapat diartikan pula sebagai  ”ini dia ayah”,atau “kemanakah ayah” , tergantung dengan situasinya. Dalam tahap ini, seorang anak biasanya juga menggunakan sebuah kata untuk menunjukkan item-item secara umum. Misalnya kata ”mbak” dipakai untuk menunjukkan semua wanita tanpa kecuali.
2.Dari kata ke kalimat
Menurut Davidoff (1988) anak-anak diseluruh dunia pada usia 18 sampai 24 bulan akan mulai menggabung-gabungkan kata. Kemajuan ini dipengaruhi oleh perkembangan motorik anak, dimana anak sudah dapat berjalan kesana-kemari. Anak menjadi semakin banyak tantangan.
Menurut braine (dalam Atkinson dkk., 1994) pada masa usia kira-kira 1,5 sampai 2,5 anak sudah dapat membedakan anara “manusia dan binatang” yang dapat memaikan peran  pelaku suatu tindakan, bergerak sendiri, dan menggerakkan benda lain dengan “benda-benda” (seperti balok, meja, dan tempat tidur bayi) yang tidak memiliki kemampuan bergerak dan hanya sebagai objek belaka.
Dalam tahap ini, anak-anak memiliki sifat wicara telegrafis yang bermakna dan berirama tertentu, dimana umumnya mereka(dalam kebudayaan dan bahasa inggris) menghilangkan preposisi (in,on) , Prefiks(un,dis), sufiks(ed, s), auciliary (have,will), artikel (the, an)  dan konjungsi (and, or). Misalnya, sipemilik akan mengikuti di belakang kata benda yang dimilikinya; “Duduk kursi Adam” dapat di artikan sebagai “ Duduk diatas kursi Adam”. Kalimat-kalimat sederhana tersebut digunakan olehj anak secara bermakna untuk menjelaskan tujuan-tujuan yang amat luas, yaitu:

A.     Untuk mengenal dan memberikan nama pada benda(misalnya: “itu sandal itu”, atau “itu bola”).
B.     Untuk memberikan komentar atau meminta seuatu agar muncul, misalnya: “bola lain” atau “ Lagi air jeruk”
C.     untuk mengekspresikan milik, misalnya “Baju Ayah” atau “ Topi Adam”
D.     untuk menunjukan bahwa sesuatu benda tidak ada. Misalnya: “tidak sepatu”.
E.     Untuk menyatakan suatu tempa, misalnya: “Kursi bayi”
F.      Untuk menunjukan seseorang atau sesuatu benda menyebabkan adanya tindakkan tertentu, misalnya: “ibu pergi”
G.    Untuk menunjukkan bahwa seseorang atau sesuatu mempunyai sifat khusus, misalnya: “Tangan kotor”
H.    Untuk menunjukkan bahwa seseorang atau sesuatu menyebabkan adanya perubahan keadaan, atau menerima akibat paksaaan tindakan tertentu. Misalnya : “Dorong Mobil”.
3.Proses Belajar
Menurut Atkinson dkk. (1994) terdapat tiga kemungkinan bagai mana seseorang anak belajar mengucapkan kalimat, yaitu: peniruan (imitasi), pengkondisian (Conditioning), dan pengujian hipotesis. Dari ketiga kemungkinan, yang paling ditekankan dalam mengasosiasikan konsep dengan kata adalah pengujian hipotesis, yang penting dalam belajar bahasa pada anak.
Peniruan(imitasi). Umum banyak yang mengatakan anak belajar dari menirukan mimik orang dewasa, akan tetapi terdapat banyak bukti yang menyimpulkan tidak demikian. Menurut Ervin-Tripp (dalam Atkinson dkk., 1994), seorang anak sering mengucapkan hal-hal yang tidak pernah didengarkan orang dewasa.
Meski demikian, peniruan dapat pula berperan dalam belajar kata-kata baru. Seperti misalnya ketika orang tua menunjukkan sebuah telepon dan mengatakan “telepon”, seorang anak akan mengulangi kata tersebut, dan hal ini akan membantu anak mempelajari kata “telepon” (Blomm dkk, dalam Atkinson dkk., 1994).
Pengkondisian (conditioning), kemungkinan lain dalam mempelajari bahasa anak adalah dengan cara pengkondisian. Orangtua akan memberi positive reinforcement(menguatkan secara positif) pada anak apabila mereka berhasil membuat kalimat; dan menyela atau menegurnya (negative reinforcement/menguatkan secara negated) apabila membuat kesalahan. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila dilakukan respon secara konsisten terhadap setiap detil wicara anak.
Pengujian hipotesis. Cara belajar dengam penipuan dan perngkondisian, anak hanya perlu belajar pada ucapan tertentu. Namun, terkadang seringkali anak belajar sesuatu secara garis besar dalam hal katakanlah suatu aturan tertentu. Anak tampaknya membuat suatu hipotesis tentang beberapa aspek bahasa, kemudian mengetesnya, dan kemudian berpegang teguh pada hal tersebut apa bila cocok.





















REFERENSI

elearning.gunadarma.ac.id/bab_8.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar