1.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
A.
Pengertian
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita
berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga
menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat
menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk
mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi
dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
B.
Teori
Mengenai Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai
hubungan interpersonal, yaitu:
1. Model
Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari
teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar
yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat yang
dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat
berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negatif yang terjadi
dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan,
dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menimbulkan
efekefek tidak menyenangkan.
2. Model
Peranan
Model peranan menganggap hubungan interpersonal
sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya
sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang
baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.
3. Model
Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan
medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan
bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai
kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium
dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan
interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi
dan pelaksanaan peranan.
4. Model
permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional.
Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam
bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian
yaitu :
a. Kepribadian
orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima
dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b. Kepribadian
orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
c. Kepribadian
anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan salah satu
kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu
dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin
minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa
sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
C.
Tahap
Hubungan Interpersonal
Adapun tahap-tahap untuk menjalin hubungan
interpersonal, yaitu:
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap
perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses
perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha
kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing
pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain.
bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri.
Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan,
tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap
perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a. informasi
demografis
b. sikap
dan pendapat (tentang orang atau objek)
c. rencana
yang akan datang
d. kepribadian
e. perilaku
pada masa lalu
f. orang
lain
g. hobi
dan minat
2. Peneguhan
Hubungan
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara
dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan.
Ada
empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a. Keakraba
b. Kontrol
c. respon
yang tepat
d. nada
emosional yang tepat
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih
sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak
sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah
kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua
orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang
harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan.
Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak
yang mau mengalah.
Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana,
respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan
misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa,
permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan
pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang
serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima
dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan
interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon
yang tidak tepat.
Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan
interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang
berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan
suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan
salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
D.
Hubungan
peran
1. Model
Peran
Menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung
sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah
yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila
setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
2. Konflik
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar
seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal
ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja
dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi
proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3. Adequacy
Peran dan Autentisitas Dalam Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang
sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran tersebut.
E.
Intimasi
dan Hubungan Pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan
interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim.
Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak.
Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain.
Adapun bentik intim terdiri dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan.
Lebih jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan pada
bagian berikut :
a. Persaudaraan
Hubungan
intik ini didasarkan pada hubungan darah. Hunungan intim interpersonal dalam
persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam keluarga kecil. Pada
persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan keakraban.
b. Persahabatan
Persahabatan
biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan.
Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman,
lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga
mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi atau tanda-tanda bila dalam hubungan
interpersonal terjadi persahabatan yaitu : sering bertemu, merasa bebas membuka
diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling tergantung diantara mereka.
c. Percintaan
Persabatan
antar pria dan wanita bisa berubah mejadi cinta, jika dua individu itu merasa
sebagai pasangan yang potensial seksual. Dalam suatu persahabatan, dapat
melahirkan satu proses yang namanya jatuh cinta. Hal ini terjadi karena ada dua
perbedaan mendasar antara persahabatan dan cinta.
F.
Intimasi
dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh
dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh
jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita
sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita
ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita
menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita
berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun,
respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita.
Hal ini dapat disebabkan karena :
a. kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
b. kita
tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
c. kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia.
d. kita
dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
e. kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus.
2.
CINTA
DAN PERKAWINAN
A.
Memilih
pasangan
1. Sejenis
Pastikan bahwa pasangan anda adalah lawan jenis anda
(wanita dengan laki-laki). Jangan sampai pada saat anda menikahinya,ternyata
yang selama ini anda nikahi adalah laki-laki yang merubah fisiknya menjadi
wanita. Karena pada dewasa ini masyarakat banyak yang tertipu dengan jenis
kelamin seseorang yang di nikahinya seperti di beberapa daerah di Indonesia
yang baru menyadari bahwa orang yang dinikahinya bukanlah lawan jenisnya.
Hadits tentang larangan Menyukai Sesama Jenis :
حَدَّثَنَا أَبُو
سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ
عُثْمَانَ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ .قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْظُرُ
اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوْ امْرَأَةً فِي الدُّبُر
قَالَ أَبُو عِيسَى
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al Asyaj, telah
menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Adl Dlahak bin ‘Utsman dari
Makhramah bin Sulaiman dari Kuraib dari Ibnu Abbas berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah tidak akan melihat seorang lelaki
yang menyetubuhi lelaki lain (homoseksual) atau (menyetubuhi) wanita dari
duburnya. (HR. Tirmidzi no. 1086).
2. Seiman
(seagama)
a. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita
Non-Muslim
Didalam Islam,
pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu,
menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman
ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya
“(Dan
dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari
kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan
dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”.
Namun ada
beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu :
·
Jelas Nasabnya
Menurut
silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli
Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas, sebagian besar kaum Nasrani
di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum
Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
·
Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab
Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang
apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang
benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena
sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan
datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah
Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW,
pasti mereka akan masuk Islam
·
Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya
mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa
Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat
Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua
memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab
pernah berkata
“Pria Muslim diperbolehkan
menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab
menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat
Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi
akhirnya wanita tersebut masuk Islam. Dengan demikian, keputusan untuk
memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya
kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.)
para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’
Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut
dinilai tidak Shahih
Demikian pula
Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal
9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M tentang haramnya pernikahan pria
muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Meskipun
fatwa itu diusung dengan merujuk pada beberapa dalil naqli, tetap saja
menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab sebagaimana disebutkan
dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Dan rupanya fatwa itu dikeluarkan
karena didorong oleh keinsafan akan adanya persaingan antara agama. Para Ulama’
menganggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan bagi
kepentingan dan pertumbuhan masyarakat muslim
Namun ada pula
Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan
wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti
“Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu
lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan ALLAH
menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”
Dan juga
Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALLAH mengetahui tentang
keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami) mereka
orang-orang kafir. Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah
kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang
telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang ditetapkanNYA diantara
kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu,
mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti
“tiada
kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam
sebagai tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni
juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum
pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas
telah dihapus (mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku
adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab
Sedangkan
pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para
Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan fitnah
b. Pernikahan Antara Pria
Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan
antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’ tetap
diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria
musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim
tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita
tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangang
dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang
dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan
Dalil naqli
pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria
non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH
SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli
Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH
SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum
al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab
tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat
Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Kami (kaum
muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh
menikahi wanita kami”
Menurut Imam
Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah,
maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Tempat
dan waktu
in the right place at the right time! Urusan mencari
calon pasangan hidup bukanlah hal serampangan, "no care" ketemu
dimana, nyari dimana, dsb. Sebagai contoh, umumnya anak muda jaman sekarang
suka cara instan menggunakan media sosial, patokan simplenya: asal
cantik/ganteng, kaya, hobi sama langsung “OKE”. Begitupun
"wherever" mau di pub, diskotik, hotel/motel "ehe-ehe"
tidak di pedulikan lagi! Parahnya, "Ah, tenang aja sob gue kagak pake
perasaan ama dia, happy fun doang sumpah!" HATI-HATI!!! , "Witing
tresno jalaran soko kulino atawa cai karacak ninggang batu laun-laun
legok." Artinya, batu tiap hari ditimpa air setitik lambat laun hancur. Perasaan
yang dibilang tidak suka tapi dinikahi juga pada akhirnya akan tetap berpisah
apapun alasannya.
B.
Hubungan dalam
perkawinan
Dawn J.
Lipthrott, LCSW,
seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and
coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan
perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa
diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang
tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan
dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora
cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan
pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi
romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri
kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan,
berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari
pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang
memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke
pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan
masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke
situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.
Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn
mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih
memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan
mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan
membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap
ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan
dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real Love. “Anda berdua akan kembali
dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan
dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa
waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling
memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta
kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin
untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan
hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai
atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang
tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan
Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga
anak.
C.
Penyesuaian dan
pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak
yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D.
Perceraian dan pernikahan kembali
Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu
atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama
masih masa iddah, baik istri ridha maupun
tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak
untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah
berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ
لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya
setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S.
Al-Baqarah:230)
Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi
syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan
syarat:
Pertama : Dalam pernikahan yang
dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara
sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada
seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita.
Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian
menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam
melakukan hubungan badan.
Dia
pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu
ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan
madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim,
An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)
Yang
dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah
melakukan hubungan badan.
Kedua : Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari
mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan
semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“;
lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan
pernikahannya dianggap batal.
Ibnu
Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah
haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri,
Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan
Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)
Bahkan,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari
Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu
Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani).
Bahkan,
telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi
wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa
kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.
Ini
berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau
dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki
tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut
menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa
kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai
maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak
halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini
sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani).
E.
Alternatif selain pernikahan
Nikah…Untuk satu kata ini, banyak
pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun,
sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang
satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di
majelisnya wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari
suara-suara di sekitar, diantaranya ada yang agak sinis, yang lain merasa
keberatan, menyepelekan, atau cuek-cuek saja.
Mereka
yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain
nikah ?", atau "Apa untungnya nikah?".
Bagi yang
merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat alias
tidak bebas", semakna dengan itu "Nikah ! Jelasnya bikin repot, apalagi
kalau sudah punya anak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".
Ironisnya
bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan
atau 'kecelakaan" semakin meninggi ! Itu beberapa pandangan orang tentang
pernikahan. Tentu saja tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai
seorang muslim tentu kita akan berupaya menimbang segalanya sesuai dengan kaca
mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita, pastinya baik bagi kita.
Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena
pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja
lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita.
Persoalan
yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar
seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang
tujuan nikah itu sendiri. Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan
yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul,
seperti firman Allah :
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38).
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38).
Sedikit
memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa
tujuan yang mulia, diantaranya Nikah dimaksudkan untuk menjaga keturunan,
mempertahankan kelangsungan generasi manusia. Tak hanya untuk memperbanyak
generasi saja, namun tujuan dari adanya kelangsungan generasi tersebut adalah
tetap tegaknya generasi yang akan membela syariat Allah, meninggikan dienul
islam, memakmurkan alam dan memperbaiki bumi.
Memelihara
kehormatan diri, menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sekaligus
menjaga kesucian diri. Mewujudkan maksud pernikahan yang lain, seperti
menciptakan ketenangan, ketenteraman. Kita bisa menyaksikan begitu harmoninya
perpaduan antara kekuatan laki-laki dan kelembutan seorang wanita yang diikat
dengan tali pernikahan, sungguh merupakan perpaduan yang begitu sempurna.
Pernikahan
pun menjadi sebab kayanya seseorang, dan terangkatnya kemiskinannya. Nikah juga
mengangkat wanita dan pria dari cengkeraman fitnah kepada kehidupan yang hakiki
dan suci (terjaga). Diperoleh pula kesempurnaan pemenuhan kebutuhan biologis
dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah. Sebuah pernikahan, mewujudkan
kesempurnaan kedua belah pihak dengan kekhususannya. Tumbuh dari sebuah
pernikahan adanya sebuah ikatan yang dibangun di atas perasaan cinta dan kasih
sayang.
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS Ar Ruum :
21).
Itulah
beberapa tujuan mulia yang dikehendaki oleh Islam. Tentu saja tak keluar dari
tujuan utama kehidupan yaitu beribadah kepada Allah.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar