ILMU BUDAYA
DASAR
BAB VII : MANUSIA DAN KEADILAN
Disusun oleh :
Heni Rahmawati (14514914)
Kelas :
1PA15
Dosen pembimbing :
Sudjiran
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
MANUSIA DAN KEADILAN
1.
Pengertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal
secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut
sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John
Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka
abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue)
pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem
pemikiran" . Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi
tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" . Kebanyakan orang
percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan
sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi,
banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas
apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi
apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan
segala sesuatunya pada tempatnya
Makna Keadilan
Makna
adil menurut agama adalah seperti contoh dibawah :
Keadilan Vs Kedzaliman
"Sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan." (Qs. al-Hadîd [57]: 25).
Makna
keadilan secara syar'i sesuai surah diatas yakni memutuskan segala sesuatu
berdasarkan Allah SWT dan rasul-Nya yakni al-Qur'an dan as-sunnah. Sehingga
adil bukan hanya membagi sesuatu sama banyaknya. Adil ketika mengharamkan khamr
dan tidak adil mengizinkan menjualnya di Supermarket. Adil ketika menghukum
penzina muhshan dengan rajam dan tidak adil menghukumnya di penjara. Adil
ketika melarang berlakunya bunga riba dan tidak adil membolehkan bunga riba.
Begitu seterusnya.
Sedangkan
dzalim secara syar’iy adalah ketika seseorang mempunyai kemampuan untuk
menjalankan syari’at Allah swt tetapi tidak dijalankannya, sehingga kedzaliman
datang kedunia melalui 3 pintu: (lihat Mahabbah Ilahiyah, Syahhat bin Mahmud
Ash-Shawi, hal 228-231).
1. Berhukum kepada selain hukum Allah
SWT.
"Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang dzalim." (Qs. al-Mâ'idah [5]: 45).
Ketika seorang penguasa membawa rakyatnya menghambakan
kepada hukum manusia dan mengabaikan hukum Allah SWT, maka ia telah berbuat
dzalim kepada diri dan rakyatnya. Karena pada dasarnya syari'at Allah SWT bisa
diterapkan dalam kondisi apapun dan mampu menyelamatkan umat manusia di dunia
dan akhirat. Dengan demikian dia telah menuhankan dirinya dan rakyatnya
menghambakan diri kepadanya.
2. Menghalangi manusia dari jalan Allah
SWT.
"Kutukan
Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim, (yaitu) orang-orang yang
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu
menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat."
(Qs. al-A'râf [7]: 44-45).
Menghalangi
manusia dari jalan Allah SWT yakni ketika menolak melaksanakan perintah Allah
SWT atau mencegah manusia melaksanakannya. Mereka tetap menginginkan jalan yang
bengkok, bukan jalan Islam yang lurus, dengan demikian mereka dapat memuaskan
hawa nafsunya.
3. Melanggar aturan Allah SWT.
"Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim."
(Qs. al-Baqarah [2]: 229).
Jika
diamati ayat-ayat diatas maka kedzaliman terjadi ketika seseorang mempunyai
kekuasaan tetapi dia mengabaikan dijalankannya hukum-hukum Allah SWT. Adalah
dzalim ketika suami yang menjadi pemimpin keluarga melarang istrinya berjilbab,
adalah dzalim ketika penguasa membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyatnya
karena penguasa adalah pelayan urusan umat (ri'ayatusy-syûn), adalah dzalim
ketika penguasa menjalankan hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum Allah
SWT. Sehingga penguasa seperti ini tidak boleh didukung karena tidak ada
keta’atan dalam bermaksiat kepada Allah SWT.
"Tidak ada ketaatan kepada
seseorang dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam
hal kebaikan."
[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan
an-Nasa'i].
Juga,
Rasulullah Saw mengancam bahwa yang mendukungnya bukan termasuk dari golongan
beliau.
Sesungguhnya Nabi bersabda kepada
Ka'ab, "Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan yang bodoh."
Ka’ab bertanya, "Apakah pemerintahan bodoh itu?" Rasul menjawab,
"Mereka adalah para penguasa (pemerintah) yang ada sesudahku. Mereka tidak
menjalankan petunjukku, tidak menerangi jalan pemerintahannya dengan sunnahku.
Barangsiapa membenarkan kebohongannya dan memberi dukungan atas kezalimannya,
maka bukanlah mereka dari golonganku dan aku bukan dari golongan mereka."
[HR. at-Tirmidzi].
Sehingga
jelas sudah bahwa keadilan dan kedzaliman bagaikan minyak dan air, tak mungkin
bisa bersatu. Wallahua'lam
Contoh Keadilan
Dalam ruang lingkup keluarga.
Misalkan dalam keluarga memiliki 2 anak. Anak yang pertama
sudah sekolah tingkat SMA dan anak kedua baru tingkat SD. Nah adil disini
adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang sesuai. Apabila kita sebagai orang
tua ingin berlaku adil kepada kedua anak kita, kita harus memikirkan bagaimana
untuk berlaku adil kepada keduanya. Misalkan memberikan uang saku. Jika kita
ingin berlaku adil jangan berikan uang saku yang sama pada kedua anak ini,
karena kedua anak ini kebutuhannya sudah berbeda. Berikan anak pertama uang
saku yang lebih daripada anak kedua, mengingat kebutuhan mereka yang sangat
jauh berbeda. Ini sudah merupakan contoh berperilaku adil kepada keduanya,
apabila uang saku keduanya disamakan, pasti anak kedua menggunakannya secara
berlebihan dan anak pertama mengalami kekurangan karena kebutuhan yang banyak.
2.
Keadilan Sosial
Keadilan sosial berhubungan dengan sila kelima dari
pancasila yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang dalam sila
tersebut mengandung makna seperti berikut.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang
lain. Jadi seseorang bertindak adil apabila dia memberikan sesuatu kepada orang
lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam
arti dinamis dan meningkat.
5 wujud keadilan sosial yang
diperinci dalam perbuatan dan sikap
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci
perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan
kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan k esejahteraan bersama.
Asas
yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan.
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja.
5. Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi
dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di
seluruh wilayah tanah air.
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
3.
Berbagai Macam Keadilan
Macam keadilan ada 3 yaitu:
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the
gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya
keadilan legal.
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan
akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal
yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated
equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada
waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan
sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi
harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama,
justru hal tersebut tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian
keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh
:
Dr.Sukartono
dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan
tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya,
hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis
saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan
baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai
suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
4.
Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus
sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan
yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya
yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini
adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai
kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan
telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka
atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran.
Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada hakekatnya jujur
atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan
akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau
dosa.
5.
Kecurangan
Kecurangan atau curang identik
dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun
tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak
sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat
curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat,
paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan
Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau
dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1. Aspek ekonomi
2. Aspek kebudayaan
3. Aspek peradaban
4. Aspek tenik
Apabila
ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan
sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia
dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan
melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini"
menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya
berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan
buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia.
Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik
merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun
sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai halyang penting ini. Dalam
hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan
lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik,
kalau tidak baik tentu buruk.
6. Perhitungan
(Hisab) Dan Pembalasan
v Perhitungan (Hisab) menurut agama
ialah perhitungan amal dan perbuatan manusia selama ia hidup, apa yang ia
kerjakan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Amal perbuatan atas
perbuatannya akan di hisab atau dihitung dan dilakukan pembalasan sesuai dengan
apa yang telah ia kerjakan.
v Sedangkan perhitungan (Hisab)
menurut hukum ialah perhitungan terhadap apa yang telah dilakukannya.
Perhitungannya tidak berdasarkan kemauan manusia namun perhitungannya sesuai
dengan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Dan kepadanya dikenai
pembalasan berdasarkan apa yang telah dilakukan.
7.
Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga
dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan
bagi orang/tetangga adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan nama baik erat hubungannya
dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak
baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah
laku dan perbuatan itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun,
disiplin pribadi, cara menghadapi orang.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia
akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan
ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab
akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan.
Oleh karena itu tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan
penciptanya sebagai manusia. Untuk itu orang harus bertingkah laku dan berbuat
sesuai dengan ahlak yang baik.
8.
Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atau perbuatan orang lain.
Reaksi itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku
yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur`an terdapat ayat-ayat
yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang bertaqwa kepada
Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun
diberikan pembalasan, dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang
seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Penyebab Pembalasan
Penyebab pembalasan dapat dikarenakan beberapa
hal, misalnya pergaulan dan lingkungan. semua yang kita lakukan pada dasarnya
selalu akan ada timbal baliknya. bahkan sekecil apapu dan sebesar apapun maka
balasannya sebesar itu pula. Lingkungan akan mendukung segala tindakan
pembalasan yang baik maupun yang buruk.
Contoh Pembalasan
Ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang
tidak menyenangkan terhadap orang lain, maka ia pun akan mendapatkan balasannya
berupa hal yang sama, baik secara langsung dari orang yang disakiti atau kelak
oleh orang lain. atau ketika seseorang dengan ikhlas memberi terhadap sesama,
maka balasan untuknya adalah pahala yang berlipat.
SUMBER
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar